JAKARTA - Kelas akselerasi selama ini menjadi rebutan masyarakat. Selain bergengsi, jalur sekolah di kelas khusus itu menjanjikan masa studi yang lebih cepat. Namun, seiring berjalannya waktu, kelas akselerasi dinilai memiliki banyak kekurangan. Karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melempar wacana penghapusan kelas akselerasi.
Sesuai dengan namanya, kelas akselerasi memberlakukan sistem percepatan lama studi. Jenjang sekolah dasar (SD) yang normalnya ditempuh selama enam tahun bisa lebih cepat menjadi lima tahun. Sementara itu, jenjang SMP dan SMA yang masing-masing berdurasi tiga tahun dipotong menjadi hanya dua tahun. Siswa bisa hemat masa studi tiga tahun jika masuk sekolah akselerasi sejak SD hingga SMA.
"Ada wacana di Kemendikbud untuk menghapus kelas akselerasi," kata Staf Ahli Mendikbud Bidang Organisasi dan Manajemen Abdullah Alkaff. Guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, itu mengatakan bahwa Kemendikbud memiliki alasan yang mendasar dalam rencana penghapusan kelas akselerasi.
Abdullah mengatakan, selama ini kelas akselerasi menampung siswa yang hanya pandai dalam beberapa mata pelajaran. "Ambil contoh, siswa itu hanya pandai di matematika atau mata pelajaran eksak lain. Tidak bisa seperti itu karena mata pelajaran lain juga penting," jelasnya.
Dalam semangat kurikulum 2013, mata pelajaran satu dengan mata pelajaran lain sangat terkait. Tidak bisa siswa disebut berprestasi jika hanya pandai di salah satu mata pelajaran. Dengan alasan itu, Kemendikbud punya alasan kuat untuk menghapus kelas akselerasi.
Jika nanti sistem kelas akselerasi dihapus, Kemendikbud menciptakan strategi lain. Khusus masa studi tidak bisa diutak-atik. SD tetap ditempuh enam tahun. SMP dan SMA masing-masing dilakoni tiga tahun.
Namun, bagi siswa yang sangat cerdas di jenjang SMA, misalnya, diperbolehkan mengikuti perkuliahan untuk bidang keilmuan tertentu di universitas yang ditunjuk. Dengan asumsi siswa tersebut sudah menuntaskan mata pelajaran tertentu selama dua tahun, pada tahun ketiga itu dia bisa melahap materi perkuliahan.
"Tidak hanya ikut perkuliahan. Tetapi, juga ada nilai resminya," tandas Abdullah. Nah, nilai resmi itu akan dijadikan seperti tabungan ketika dia kuliah di perguruan tinggi. (wan/c10/ca)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar