Inilah salah satu realitas hidup ataupun konsekuensi yang harus dihadapi oleh seorang guru / pendidik PNS yang mau ditempatkan di mana saja, kapan saja, demi “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Kisah ini saya paparkan untuk memberikan satu dari sekian banyak kisah nyata dari sang pengabdi pendidikan, semoga dapat menginpirasi bagi kita semua… Amiin…
Seorang guru / pendidik tersebut bernama Akmal. Ia telah mengabdikan dirinya di salah satu SD Negeri di wilayah yang tergolong terpencil dan terisolir di Kabupaten Tebo. Beliau merupakan seorang guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam SD. Ia dilahirkan dari Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. Bertugas sejak tahun 1996 (18 tahun yang lalu), dan dalam menjalankan tugas-tugas mendidiknya dengan menempati sebuah perumahan dinas guru yang cukup sederhana namun masih terbilang layak.
Di masa-masa tugasnya yang hampir terhitung 18 tahun ini, ia harus berpisah sementara dengan keluarga bahagianya yang kebetulan tinggal di daerah kota Jambi, dengan seorang isteri yang berprofesi sebagai Non-Guru PNS. Saat ini, 3 anak yang semuanya laki-laki tinggal bersama isteri tercintanya di salah satu daerah tenang yang jaraknya tak seberapa jauh dari Bandar Udara Sultan Thaha Syaifuddin Jambi.
Sudah 18 tahun ini, ia jarang sekali berjumpa dengan putra-putra lucu dan seorang istrinya, kecuali di hari-hari libur, maupun di hari-hari ketika ia harus dengan terpaksa pulang dikarenakan tak tahan lagi dengan tumpukan kerinduan-kerinduan yang terkadang hingga 3 minggu berturut-turut hanya bercanda gurau melalui suara via handphone butut yang sering terputus-putus karena sinyal yang hilang-timbul di tempat tugasnya.
Bukannya tak mau berusaha, setelah dirasa telah lebih dari 15 tahun ia mengabdi selama ini di satu sekolah yang belum terjangkau listrik, belum beraspal, serta harus menyeberangi sungai Batanghari dengan jasa perahu kecil bermesin, bila harus ke UPTD maupun kecamatan setempat. Maka ia mencoba mengurus pindah mengikuti isterinya yang kebetulan juga berstatus PNS di kota Jambi itu.
Namun apa daya, mungkin waktu yang ditunggu-tunggu itu belum tiba saatnya, usaha pindah / mutasi tugas pun telah ia lakukan hingga pernah bertemu langsung dengan Bapak Hasan Basri Agus selaku Gubernur Jambi di rumah dinasnya pada tahun lalu. Namun proses mutasi pun belum kunjung tiba. Kini ia pun kembali pasrah dengan keadaan yang ada saat rambutpun hampir telah memutih semua, fisikpun mulai lemah.
Diusianya yang kini mulai beranjak ke 45 tahun, ternyata ia masih diberikan amanah oleh Allaah SWT dengan dilahirkannya seorang anak laki-laki yang menjadi putra ketiga dari rahim isterinya pada 3 bulan yang lalu, kembali… ini tentu menambah beban pikiran dan perasaan saat-saat jauh dari keluarganya. Alhasil pada akhir-akhir ini, ia selalu terbayang akan lucunya sang bayi, kembali lagi itu hanya bayangan, mungkin dengar suara lewat handphone pun jarang-jarang.
Hari-hari serta aktivitas sendiri hingga pekerjaan-pekerjaan rumah tangga pun sudah menjadi kebiasaannya sehari-hari di rumah dinasnya tersebut, mulai dari masak, mencuci pakaian, menyapu, bahkan tidur pun sendiri tentunya tanpa penerangan listrik, hanya berteman dengan sebuah lampu togok di untuk membantu penglihatan di aktivitas malamnya untuk menilai hasil belajar peserta-peserta didiknya, mengaji, penerangan saat makan hasil masakannya sendiri yang ala kadarnya, serta untuk penerangan di kamar tidur di waktu istirahatnya.
Yang ada di benaknya saat ini adalah bagaimana ia dapat pindah tugas atau mungkin pindah antar instansi, mengingat tanggung jawab ia kepada keluarganya selama 18 tahun terakhir ini tak pernah purna ia lakukan. Dan tentunya, hingga detik ini, ia pun masih sangat mengharapkan kepada Bpk. Hasan Basri Agus (HBA) selaku Gubernur Provinsi Jambi yang ia pernah berjabat tangan sekaligus bertatap muka langsung dengannya di tahun kemarin, kiranya Beliau sudi membantu kembali proses usaha pindah / mutasi yang telah ia idam-idamkan selama ini.
Berjuta tanya dalam hati di setiap hari-harinya, siapa yang harus menjaga anak-anaknya, mungkin ada ibunya, namun alangkah susah dan repotnya ia, apalagi dengan adanya momongan baru yang menambah berat beban sang isteri di sela-sela tugasnya merawat anak pertama dan keduanya, tugas tak ringan sang isteri sebagai PNS, dan beberapa pekerjaan rumah yang seharusnya dikerjakan oleh seorang laki-laki pun harus dikerjakan oleh isterinya sendirian. Tanpa pembantu, tinggal di rumah pun hanya berempat, sang isteri dengan ketiga buah hatinya. Lalu pertanyaan terbesarnya saat ini, di mana perannya selama ini, selaku kepala rumah tangga…???
Sebagai rekan sekerja, sudah cukup Bpk. Akmal ini menjadi figur baru dalam memotivasi saya pribadi untuk senantiasa berkomitmen dalam pengabdian tugas-tugas mulia ini, tugas “Mencerdaskan kehidupan untuk anak-anak bangsa Indonesia tercinta”. Wassalam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar